Pasar Kripto Ambruk Imbas Investor Jual Aset dan Inflasi Tinggi

Mata Uang Kripto

Ambruknya Pasar Kripto Akibat Inflasi

Pada awal mei 2022 ini market kripto mengalami perfoma yang lesu dan hampir seluruh aset mengalami penurunan value dan secara global market langsug ambruk. Meskipun begitu masih ada beberapa koin yang naik dan mengalami pelonjakan. Namun 8 dari 10 aset kripto dengan kapitalisasi besar mulai menanjak dan masuk zona hijau. Misalkan Bitcoin yang naik 14 persen dalam satu hari terakhir dan kini bertengger dengan harga USD 30.383,75 atau setara dengan Rp 444,9 juta. Sementara Etherium juga ikut naik sebesar 17,26 persen menjadi sekitar USD 2.091,36 dalam waktu bersamaan.

Pada Minggu pagi ini, 15 Mei 2022, bitcoin masih naik sekitar 0.48 persen,  dalam 24 jam terakhir. Tetapi nilai BTC bila dihitung dalam waktu seminggu terakhir teradi penurunan sebesar 13,87 persen dengan harga bitcoin BTC USD 29.820 atau sebesar Rp 436,24 juta. Sementara ETH atau etherium melemah 1,37 persen pada posisi USD 2.029 atau Rp 29,68 juta. Dalam 24 jam terakhir etherium menurun 1,37 persen dan selama sepekan terakhir etherium merosot tajam hingga 20,93 persen.  Menurunnya BTC dan ETH mempengaruhi harga koin papan atas lainnya yang ikut melemah.

Afid Sugiono seorang trader Tokocrypto menyebutkan sentimen negatif dari drama Stablecoin Terra USD atau dikenal dengan UST membuat pelaku pasar menjadi kuatir dan meragu atas kondisi pasar stablecoin dan kripto yang sangat volatil saat ini.

“Ketakutan ini pun semakin bertambah setelah Menteri Keuangan AS, Janet Yellen dan The Fed kompak mengatakan bahwa stablecoin adalah risiko besar yang mengancam sektor keuangan,” ujar Afid.

Investor Lepas Aset Berisiko

Meski harga mulai membaik, tetapi secara global masih banyak investor yang kompak melakukan aksi jual atau melepas aset yang beresiko, mengingat situasi ekonomi macro di US masih belum pasti. Inflasi US masih menghantui ekonomi Negara adidaya tersebut, hingga pada akhirnya banyak dari mereka melepas aset yang beresiko tinggi menjadi aset yang lebih aman sepert US dolar atau Emas.

“Laju inflasi yang melebihi proyeksi menyebabkan investor untuk melepas aset berisikonya. Hal ini ikut menghantam pasar aset kripto,” ungkap Afid.

Kondisi ini juga bersinkronisasi dengan kondisi pasar saham, dimana banyak investor yang melepas saham saham dari sektor teknologi, karena mereka kuatir Bank Central USA The Fed akan mengetatkan kebijakan moneternya dengan super agresif.

Kapitalisasi Pasar Kripto Turun Rp 2.927 Triliun Akibat Aksi Jual

Bitcoin sendiri sempat turun jauh dibawah USD 26.000 atau Rp 380,6 juta, yaitu pada hari kamis yang lalu, dan itu adalah untuk kali pertama dalam 16 bulan terakhir. Pada minggu itu juga terjadi aksi jualyang lebih dalam dan menghapus lebih dari USD 200 miliar dalam sehari atau sekitar Rp 2.927 triliun.

Menurut CNBC, Jumat 13 Mei 2022, BTC jatuh paling rendah di angka USD 25.401,29 dan itu adalah pertama kali sejak 26 desember 2020 yang mana harga BTC tidak pernah dibawah level 27.000 USD. Sejak saat itu BTC mengurangi kerugian dan naik ke level USD 28.569,25 turun sekitar 2,9 persen. Tetapi pada hari jumat kemarin, BTC kembali naik di kisaran harga USD 30.000 dan ini sedikit memberi angin segar bagi para pelaku investasi kripto koin.

Diduga Investro melepas kripto mereka saat pasar saham juga jatuh, karena efek pandemi virus corona dan kekhawatiran atas melonjaknya harga atau inflasi dan prospek ekonomi yang belum menunjukkan adanya perbaikan. Data inflasi US sendiri menunjukkan harga barang dan jasa mengalami kenaikan sampai 8,3 persen dan ini lebih tinggi dari yang diprediksi para analis, dan mulai mendekati level tertinggi dalam 40 tahun terakhir ini.

Selain inflasi, hal lain yang menghantui pikiran para investor atau trader kripto adalah kejatuhan dari harga stablecoin Terra atau UST. UST sendiri seharusnya selaras dengan USD akan nilainya, tetapi menurunnya harga UST yang berselisih hingga 30 sen membuat kepercayaan para investor menjadi terguncang dan mulai tidak percaya dengan keuangan desentralisasi. Dampak turunnya Terra ini ternyata memicu kekuatiran terhadap koin-kon yang lainnya.

Stablecoin Terra Jeblok, Begini Respons Janet Yellen

Janet Yellen yang menjabat sebagai Menteri Keuangan USA, menyoroti berita stablecoin UST ini yang mulai kehilangan pondasi dalam beberapa hari ini. Yellen menyampaikan hal ini pada sidang komite perbankan senat pada kamis waktu setempat. Pada kesaksiannya Yellen memfokuskan kesulitan yang dialami oleh stablecoin UST hanya selang beberapa saat ketika UST terus mengalami penurunan harga. Yellen juga menyebutkan terus menerus kepada komite perbankan bahwa UTS mengalami penurunan dan terus menurun nilainya.

“Saya pikir itu hanya menggambarkan ini adalah produk yang berkembang pesat, dan ada risiko terhadap stabilitas keuangan, dan kami membutuhkan kerangka kerja yang sesuai,” katanya, dikutip dari CoinDesk, ditulis Sabtu (14/5/2022).

“Mereka tumbuh sangat pesat,” kata Yellen, mengacu pada aset digital. “Mereka menghadirkan jenis risiko yang sama yang telah kita ketahui selama berabad-abad sehubungan dengan bank run,” ujar dia.

Yellen juga menyebutkan mata uang digital di bank sentrak amerika serika akan mempunyai dampak yang signifikan pada struktur keuangan mereka meskipun potensi resikonya lebih kecil daripada stablecoin. UST mengalami penurunan sejak senin ketika aksi jual secara massal dan spontan yang mengakibatkan terjadinya pergerakan ekstrem pada harga LUNA dan juga termasuk BTC dan ETH.